Hendrik, Lani, Ditya dan Aku |
Menjadi anak kuliahan di semester 8, rasanya jenuh untuk kampus-sekre-pulang. Satu-satunya obat yang kutahu, beranjak sejenak melepas penat dengan orang-orang kesayangan (Lani, Ditya) yang selanjutnya bakal ditambah Hendrik.
Berawal dari ajakan Lani, untuk
menemaninya Ke Pantai Karapyak mencari rumput laut. Sempat iya-iya-engga,
bahkan sampai h-1 sebelum keberangkatan. Ya, maklum sifat masing-masing dari
kami yang memang terkadang sulit disatukan, lebih tepat menjengkalkan malah.
Maksudnya yang satu keras kepala, yang satu terlalu pengertian tapi ngga punya
ketegasan, yang satu ngga mau basa-basi dengan segala drama yang ada haha.
Tapi semua itu terlalui dengan berhasilnya
kami bertiga (aku, lani, ditya) berangkat Sabtu (22/5) sore ke Cilacap. Rute
pertama menuju mess Hendrik. Sebelum berangkat ke Karapyak, kami akan
beristirahat dulu di mess Hendrik sembari nyamper dia yang tau jalannya
(Hendrik tau jalan? Itu awal mula pikiran kami bertiga yang ternyata ketika di
perjalanan semua itu terbantahkan haha).
Magrib di Hari Sabtu, kami bertiga
sampai di mess Hendrik. Mengambil air wudhu di masjid depan mess. Tak lama,
lanjut berkeliling ke dalam kantor Hendrik. Fyi, Hendrik teman seperkuliahan
ditya yang sudah lulus dan sekarang bekerja di bagian distributor di Cilacap.
Dengan alasan jenis kelamin (kami
bertiga cewe) dan tidur sementara di mess cowo, kami bertiga memilih tidur di
kamar Hendrik. Awalnya kami disediakan tempat, dan itu berbeda gedung dari
kamar Hendrik. Setelah menimbang dan mengukur keberanian serta kondisi ruang
itu, kami lebih memilih kamar Hendrik. Akhirnya, kami tidur berlima, tambah
satu teman hendrik yang barangkali kaget kedatangan tamu bidadari cantik di
kamarnya.
Menuju Pantai Karapyak
Jam 2 dini hari kami bangun dan
bersiap-siap berangkat ke arah pangandaran, tempat pantai karapyak bersemayam. Nah,
disini nih, terjadi missed understanding tentang waktu pantai mulai surut.
Lani
bilang, “Surutnya jam setengah 6, ngga papa kok berangkatnya jam3 atau pas
subuh aja kan dari sini udah deket.”
“Hih
jangan.. mepet banget, katanya surut jam setengah 6, ya kita mesti gasik
sebelum jam segitu harus udah disana,” kataku.
“Kita
kan belum tau bakal nyasar-nyasar atau kemananya, mending berangkat jam2,” kata
ditya.
“Aku
cuma tau arah pangandaran, tapi belum pernah kesana, daripada nanti ketinggalan
surutnya karena nyasar atau nyari jalan dulu jadi berangkat jam2 aja,” kata
Hendrik.
“Yaudah
deh iyaya jam2,” kata Lani.
Kurang lebih obrolan kami bertiga
(aku, ditya, hendrik) mengenai waktu berangkat sama. Intinya kami belum tau
jalan, jadi takut nyasar dan ketinggalan waktu surut pantai. Maklum rumput
lautnya Lani cuma bisa dicari saat pantai surut.
Alarm jam setengah2, bangun jam2,
akhirnya berangkat jam setengah 3. Duh persiapan sebelum berangkat tanpa mandi
aja selama itu, hm namanya juga cewe. Bayangin berangkat dini hari, jalanan
sepiiii banget. Dengan dua motor, dari cilacap menuju karapyak, bersiap jaket,
kaos kaki, masker, helm, segala perlengkapan dirasa sudah siap. Eitzz rupanya
sarung tangan sangat diperlukan bagi pengendara. Karena saat perjalanan kami
diterpa kabut tebal, dan kalo ngga kuat dingin bisa beku itu tangan hehe.
Rupanya pantai karapyak ini sudah
melewati perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Barat, namun belum sampai pangandaran.
Cukup dekat dengan perbatasan.
Sebelum subuh kami sudah sampai di
pantai. Memilih istirahat di sebuah musola yang di halamannya sedang ada
perkemahan dari anak-anak pesantren. Melihat pantai, sepertinya masih pasang.
Tapi wajar saja ini masih jam4 jadi hempasan ombak masih menyambar-nyambar
bibir pantai. Menunggu di musola rasanya kami ingin tidur lagi. Lagipula hari
masih gelap. Tak malu lah, tidur di pinggiran musola, sembari menunggu matahari
menyapa.
Baru akan terlelap, tiba-tiba
santriwan santriwati regudug keluar musola. Sepertinya itu pertanda kami harus
mulai mencari rumput laut biar ngga jadi tontonan santri. Dengan menyisir bibir
pantai akhirnya lokasi pencarian kami mulai.
semangat nyari rumput laut sampai ke tengah laut |
Pencarian pertama, rumput laut
cuma dapat setengah kantong kresek. Masih terlalu sedikit kata Lani. Tapi
karena kami lapar, jadi lebih memilih untuk sarapan terlebih dahulu.
Masih dengan edisi belum mandi
nih, kami melanjutkan pencarian ke sisi yang berbeda. Padahal sebenarnya kami
balik lagi ke depan musola. Dan ngga taunya eh ternyata, pantai di depan musola
ini punya banyak sekali rumput laut yang Lani cari.
Diawali dari mereka bertiga (Lani, Ditya, Hendrik) ke tengah pantai yang lagi surut. Kalo aku si, menunggu di
bebatuan pinggir pantai, sambil mengamati apakah mereka menemukan yang mereka
cari atau tidak. Kalo iya, baru aku ikutan ke tengah. Bukan gimana-gimana,
masalahnya aku cuma bawa celana jeans satu. Repot kan kalo basah kuyup.
Karena teori menunggu itu bosan belum terbantahkan, jadi aku memilih menyusul mereka. Kupilih jalan yang paling
dangkal airnya, tak seperti mereka yang gemar menerjang pantai langsung ke
tengah.
Waw.. wow.. wah., rumput lautnya
banyak banget, ragam banget, tumbuh di karang dengan lebatnya. Diakhir pencarian
setengah karung berhasil didapatkan, tentunya kami tetap menyisakan rumput laut
di karang agar tetap dapat tumbuh lebat kembali.
Disinilah kami baru tau, rupanya
surutnya pantai sekitar jam10an. Lalu, apakabar kita dari jam setengah 3,
sampai jam4, mulai nyari jam6, dan ternyata hasil melimpah baru didapat
jam10an??!! SABAR, satu kata yang tepat.
Baru tau kan, rupanya jam setengah
6 itu waktu mulai surut, dan puncak surutnya jam10. Jadi semisal kami berangkat
habis subuh pun tak masalah, karena waktu surut itu lama. Inilah yang dinamakan
pentingnya menyampaikan pesan sejelas-jelasnya pada komunikan. Lain kali, akan aku
praktekan ilmu memahami pesan sampai sedetail itu biar ngga salah pengertian
lagi.
Perjalanan
Pulang
Dirasa sudah cukup, kami
memutuskan pulang. Karena perut kami mulai keroncongan dan mata mulai ngantuk
akhirnya kami mengisi amunisi. Yap, makan bakso dulu di daerah Sidareja.
Karang yang indah, rumput laut yang ragam, objek foto yang kece |
Selama perjalanan menuju mess
Hendrik, rupanya kami berempat benar-benar kelelahan. Ngantuk di sepanjang
jalan baik pengemudi maupun penumpangnya. Bahaya banget kan?!! Jangan ditiru
bukan untuk dicontoh. Akhirnya dengan sisa-sisa tenaga kami berhasil sampai di
mess hendrik. Berhubung ciwi-ciwi ini ngantuk tak terhankan, akhirnya kami
memilih bobo siang dulu di kamar hendrik, begitupun hendrik yang matanya sangat
merah butuh diistirahatkan.
Terdengar suara teman hendrik,
lagi ngobrolin kerjaan. Masih setengah sadar, akhirnya kami bangun. Tau-tau
sudah jam setengah 5. Astaghfirulloh, kami bobonya kelamaan. Sebelum pulang
sempatkan solat ashar. Eh pas mau otw, ternyata udah hampir adzan maghrib. Heran,
kok persiapan kami lama banget ya, padahal masih dengan edisi tanpa mandi.
Mendengar adzan maghrib di
tengah-tengah perjalanan, membuat kami memutuskan isho di musola pom bensin.
Baru pernah liat, pom bensin yang kamar mandinya berderet banyak banget ada
kali sampai 10an, musola yang kubahnya megah banget, mini market dan foodcourt
disertai tv yang lengkap banget buat leyeh-leyeh. Hmm, hanya bisa diliat, kami
masih harus melanjutkan perjalanan ke Purwokerto.
Terdengar adzan isya, ketika kami
sampai di Gunung Tugel. Kami bertiga berpisah, karena Ditya lanjut pulang ke Teluk,
sedangkan Lani mengantarku sampai ke rumah.
Pantai karapyak yang luar biasa.
Setelah saling berbagi foto, rupanya masih ada yang kurang. Kami kurang berfoto
di pasir putihnya yang sangat bersih. Saat melihat spot foto yang itu, justru
saat perjalanan pulang jadi mager buat mampir pantai lagi.
Dua hari ini sama sekali tak ada
rasa lelah. Jarang-jarang aku main dan nginep sama kalian. Semua ini berawal
dari rumput laut Lani, karena ia aku lebih mengenal alam. Karena alam, obat
yang paling manjur untuk menghilangkan kepenatan. Karena teman, aku belajar
untuk saling bantu dan mensyukuri setiap kebersamaan.
Ditulis 27 Mei 2017
Komentar
Posting Komentar