Bukan
dari mana kita berasal, tapi bisa jadi seperti apa di mana pun kita berada
Ketika sedang makan, sudah biasa adik saya berceloteh dengan
sendirinya panjang lebar. Mulai dari hubungan pertemanannya sampai merembet
ujung-ujungnya ke sekolahnya.
Adik : “Si itu kan udah satu geng, si A, si B, si C, sama si D. Udah temenan dari SD, eh masuk
SMA juga samaan. Sama-sama masuk SMA yang bagus padahal nilai biasa-biasa aja,”
Saya : “Hust, biarin aja. Bukan dari mana kamu
berasal, tapi bisa seperti apa kamu di mana pun berada,”
Adik : “Ih.. kaka ia bagus banget quotenya.
Maksudnya gimana tuh?”
Saya : “-__- “
Dari percakapan singkat itu bisa tergambarkan adik saya yang
lagi iri sama teman-temannya yang bisa masuk SMA favorit. Maklum sekolahan adik
saya letaknya di pinggir sawah. Bukan di kota, benar-benar bukan sekolah
incaran. Tahun ajaran baru yang kemarin saja bahkan sampai kekurangan murid.
Ngenes ya?
Tapi takdir menuntun langkah adik saya untuk masuk sekolah
pinggiran itu. Sebenarnya akademik adik saya lumayan, terutama sainsnya. Tapi
saat ujian SMP, nilainya anjlok. Disuruh masuk SMK yang letaknya di kota, dia
menolak. Disuruh masuk SMK terbaik se Jateng tempat saya dulu, dia pun menolak.
Memilih SMA negeri yang ada jurusannya IPA nya. Ya sudah lah ya, itu pilihannya
berada di SMA pinggiran.
Meski sudah menjadi pilihannya, tapi adik saya kerap kali
mengeluh jika harus dibandingkan dengan sekolah teman-temannya yang berada di
kota. Padahal, tak selamanya sekolah bagus menjamin lulusannya yang
berkualitas, meskipun itu bisa menunjang.
Saya alumni SMK, yang secara peringkat akademik sekolah saya terbaik
se Jateng. Tak usah sebut merk ya, biar tak ada ghibah hehe. Kalau ditanya
apakah saya bangga? Jujur, engga. Malu lah iya. Sebab, sekolah saya merupakan
sekolah IT di mana nilai matematika, bahasa inggris adalah yang menjadi
keunggulannya. Tentu saja di samping IT nya yang sering menjurai berbagai
perlombaan.
Kenapa saya justru malu? Sebab saya merasa terkungkung. Kepintaran
saya tak berkembang. Jiwa saya ini IPS sejak saya mengenal sejarah dan
geografi, lah kok masuk SMK yang unggul di sains. Ya jelas saya keteteran.
Buktinya, tiga tahun berada di SMK selalu remidi ulangan matematika. Hanya
sekali saya lolos dari mengulang pelajaran yang bagai momok di hidup saya, itu
pun nilai pas-pasan.
Tapi, saya buktikan di mata pelajaran lain khususnya IPS
nilai saya selalu sembilan. Sesuai yang saya minati. Tapi apalah arti nilai sembilan
untuk sekolah yang menjadi unggulannya adalah matematika dan bahasa inggris?
Beda lagi cerita dari teman saya. Dia Jong Un. Saat SMA dulu,
dia masuk ke sekolah paling buruk, jelek, terbelakang, mundur, segala kata
negatif seperti yang Jong Un katakan. Padahal, dia termasuk anak yang cerdas.
Menyadari dia masuk ke sekolah dengan peringkat paling bawah menurutnya, tak
membuatnya menjadi buruk, jelek, terbelakang, dan mundur juga. Justru, ia beri
inisiatif dan bercita-cita ingin membuat terkenal sekolahnya.
Singkat cerita, ia jadi Ketua OSIS. Sebab ingin mengenalkan
sekolahnya ke dunia luar bahwa sekolah pinggiran dengan anak-anak yang biasa
banget bisa menjadi terkenal, caranya bagaimana? Ia pilih dengan membuat event
akbar dengan sponsor dari merk-merk ternama. Maklum, tempat SMA nya dikelilingi
oleh beragam pabrik dengan merk terkenal. Alhasil, ide gilanya yang banyak
dicemooh nyatanya terwujud. Sempat ditentang guru, dengan berbagai drama
akhirnya acaranya tetap sukses.
Dari dua cerita yang tergambarkan barangkali bisa sedikit
membuka mata untuk melihat jauh ruang yang sedang kita masuki. Balik lagi ke adik
saya. Meski berada di sekolah pinggiran, tak usah iri dengan teman-teman lain
yang masuk sekolah unggulan. Jika kamu sudah berhasil di akademik, masuki saja
banyak ruang organisasi untuk mengasah kreativitas.
Saat ini kamu aktif di berbagai kegiatan organisasi. Mulai
dari OSIS, PMR, ROHIS, Hadroh. Tapi bukan sekadar memasuki ruang ya dik. Dedikasikanlah dirimu sebaik mungkin di
ruangan itu. Barangkali teman-temanmu memang masuk SMA favorit, tapi dia tidak
sepertimu yang jadi Sekretaris OSIS. Mungkin teman-temanmu memang berada di
kota, tapi tidak sepertimu yang selalu peringkat akademiknya di atas rata-rata.
Jelas, kamu lebih unggul. Tak ada lagi perbandingan antar sekolah, yang ada
membandingkan potensi diri dengan potensi lain. Tak perlu melihat ruang, cukup
mempertajam diri di mana pun kamu berada. Niscaya kamu akan menjadi manusia
yang unggul.
Apakah masih merasa iri? Apa pun itu kamu tetap adik saya
tersayang.
Komentar
Posting Komentar