Judul Buku : Di Kaki Bukit Cibalak
Penulis : Ahmad Tohari
Tahun Terbit: Cetakan kelima 2015, Cetakan Pertama 1994
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Tebal : 176 halaman
ISBN : 978-602-03-0513-4
Ringkasan
Novel karya Ahmad Tohari ini menceritakan tentang Pambudi, seorang pemuda dari Desa Tanggir yang berusaha mendobrak sistem tatanan pemerintahan di desanya. Pambudi yang awalnya bekerja di koperasi lumbung desa merasa cara kerja koperasi tersebut sudah tidak sesuai dengan tujuan awalnya. Bukan lagi menyejahterakan masyarakat pada umumnya, namun hanya untuk menyejahterakan sekelompok anggotanya.
Pambudi sempat diajak bekerjasama untuk berbuat curang oleh Lurah Desa Tanggir, Pak Dirga. Meski ditawari keuntungan sedemikian rupa untuk memperbaiki kehidupan perekonomiannya, namun Pambudi tetap pada pendiriannya. Pambudi menolak. Bukan hanya menolak, Pambudi memilih mengundurkan diri dari pekerjaannya.
Pak Dirga tak senang dengan sikap Pambudi. Untuk membungkam Pambudi, Pak Dirga melakukan segala cara, mulai dari main dukun hingga menyebar fitnah tentang Pambudi.
Pada masa itu, suara Lurah begitu didengar oleh masyarakat. Masyarakat mudah percaya dengan segala yang dikatakan junjungan mereka. Tak boleh ada yang menolak. Ketika konflik antara Pambudi dengan Lurah terdengar oleh masyarakat, sudah pasti masyarakat lebih percaya Lurah mereka.
Situasi menjadi tidak kondusif, bukan saja Pambudi yang dipersulit, namun kedua orangtuanya pun harus menanggung beban setiap hari mendengar desas desus tentang keburukan anaknya. Karena situasi yang demikian, Pambudi diminta orang tuanya untuk meninggalkan desa.
Pambudi tidak gentar. Meski terusir dari desanya, Pambudi tetap melanjutkan perjuangannya. Yogyakarta, dipilih Pambudi sebagai tempat pelabuhannya. Di kota inilah, Pambudi menemukan titik perjuangannya. Kembali melawan sistem pemerintahan Desa Tanggir melalui tulisannya di surat kabar, hingga menemukan kisah cintanya yang baru.
Ulasan
Kehidupan masyarakat Desa Tanggir didefinisikan secara detail. Mulai dari lokasinya yang terpencil jauh dari perkotaan karena letaknya di kaki Bukit Cibalak, hingga kebiasaan masyarakatnya.
“Dari sebuah lorong setapak yang sempit, kini terciptalah sebuah jalan kampung yang agak lebar. Orang-orang pulang-pergi melewati jalan itu. Biasanya mereka menjual akar kayu jati yang mereka gali dari lereng-lereng Bukit Cibalak.” (halaman 7)
Latar cerita tahun 1970an, digambarkan sebagian besar masyarakat belum banyak yang berpendidikan. Apalagi untuk perempuan, usia 14 atau 15 tahun sudah terbiasa menerima pinangan.
Sosok seperti Pambudi yang berkarakter jujur, adil, peduli terhadap sesama, pekerja keras, serta selalu kritis terhadap semua yang menurutnya janggal, dikisahkan jarang ditemui di desa ini. Jangankan di Desa Tanggir, di kehidupan sekarang barangkali juga sudah jarang pemuda yang demikian.
Sedangkan Pak Dirga yang memiliki watak antagonis, dikenal senang berjudi, melakukan korupsi, suka berganti-ganti istri, bahkan main dukun, melekat kuat dari awal novel ini dikisahkan.
Agar pembaca tidak jenuh, Ahmad Tohari juga menyelipkan romansa kisah cinta Pambudi. Penuh liku bahkan miris. Bayangkan, gadis yang dicintai Pambudi selama bertahun-tahun pada akhirnya harus menerima pinangan Lurah, Pak Dirga.
Intinya novel ini ringan, bisa dibaca semua kalangan. Masalah yang diangkat juga masih relevan dengan kehidupan hari ini. Barangkali satu yang membedakan adalah, jika dulu media dianggap sebagai perjuangan melawan penguasa yang korup, maka hari ini peran media lebih kompleks lagi karena melawan penguasa namun juga berada di dalam kuasa penguasa. Tapi intinya kembali lagi, ini novel berkisah tentang Pambudi.
Review Buku lainnya : The Child
Mungkin jika dilihat konteksnya pada hari ini, Pambudi mengajarkan tentang 'lari dari masalah'. Lalu pelarian terbaik adalah pelarian yang menyelesaikan masalah bukan melupakannya. Lebih dari itu, konflik sosok Pemuda Desa yang terpencil dan Pak Lurah yang korup, mengajarkan kita semua tentang hal sederhana yang selalu relevan baik masa lalu, kini, dan masa depan, yakni menemukan masalah.
BalasHapus-Good review triana :)
Aww bener banget menemukan masalah itu sudah jadi makanan sehari-hari umat manusia :') tinggal bagaimana menyelesaikannya.
HapusBtw terima kasih tiwaay, komen terbaaaeq
Mungkin jika dilihat konteksnya pada hari ini, Pambudi mengajarkan tentang 'lari dari masalah'. Lalu pelarian terbaik adalah pelarian yang menyelesaikan masalah bukan melupakannya. Lebih dari itu, konflik sosok Pemuda Desa yang terpencil dan Pak Lurah yang korup, mengajarkan kita semua tentang hal sederhana yang selalu relevan baik masa lalu, kini, dan masa depan, yakni menemukan masalah.
BalasHapus-Good review triana :)