Ada yang
berbeda dari munggahan tahun ini. Jika tahun lalu masih di tempat kerja, bersama
rekan kerja di jam kerja, maka tahun ini tak ada lagi ajakan dari tempat kerja.
Aku sudah menjadi ibu rumah tangga selama kurang lebih 7 bulan. Lalu siapa yang
akan mengajak aku untuk munggahan atau sekadar ke luar rumah?
Jawabannya Suami.
“Kita
munggahan berdua aja yuk” begitu ajakannya.
Sebenarnya ajakan
itu juga diawali dari pertanyaanku pada suami yang menanyakan kapan acara
munggahan di kantornya. Waktu itu suami jawab belum tau karena belum ada yang
mengajak. Aku timpali dengan jawaban, “Sama, aku juga ngga ada yang ngajakin
munggahan lagi.”
Lalu dijawablah
seperti di atas.
Selesai obrolan
itu, selang beberapa hari suami meminta ijin bahwa teman-temannya mengajak
munggahan di Hari Rabu minggu depan. Kenapa meminta ijin padaku? Jawabannya karena
acara itu hanya untuk rekan kerja dan tidak diperbolehkan mengajak keluarga. Acaranya
juga di sela-sela jam kerja.
“Mas udah
nanyain boleh ngga ngajak keluarga, tapi katanya munggahannya di jam istirahat
dan cuma unit tertentu aja yang diajak jadi ngga boleh ngajak keluarga.”
**
Hari Senin
datang. Hujan deras mengguyur dari siang. Sempat terpikir baiknya tidur siang
saja toh sorenya juga paling masih hujan.
Tapi, hujan
yang biasanya berlangsung lama, rupanya reda dengan cepat dan disusul matahari
kembali bersinar di sore hari.
Langsung aku
chat suami, “Sore ini cerah, ayok kita munggahan.”
“Ayok nanti
kita munggahan di Haur Koneng ya,”
“Oke aku
dandan dulu.”
Suami yang
biasanya pulang mendekati jam 5, kali ini jam 4 sore hanya lebih sedikit sudah
sampai rumah. Menepati janjinya, bersiap berangkat ke tempat makan sate
maranggi bernama Haur Koneng.
Warna baju
kami senada, sama-sama pakai sepatu walau cuma pergi untuk sekadar makan
bersama.
Suami ceritakan
ini adalah tempat makan yang sudah beberapa kali dikunjungi bersama
teman-temannya. Jika dulu aku hanya dapat kiriman foto saat suami makan di sini
bersama rekan kerjanya, sekarang aku sudah bisa foto berdua di tempat makan
yang sama.
Di akhir
santapan, suami bertanya, “Udah happy? Udah seneng munggahan?”
“Seneng banget
dong, kenyang banget banget pula,” jawabku sumringah.
Suami membalas
senyum sambil mengusap punggungku yang sedari tadi menahan sakit antara
kekenyangan atau karena perjalanan yang cukup jauh. Tapi aku tetap fokus menghabiskan
makanan dan sesekali meminta untuk tangan suami berpindah-pindah mengelus
bagian punggung yang tetap terasa pegal.
**
Aku yang mudah
tersentuh hal-hal sederhana merasa munggahan tahun ini begitu istimewa. Bagiku ajakan
dari suami berarti dia mengingat-ingat terus dan menyempatkan waktu agar aku
bisa ikut merasakan munggahan seperti tahun sebelumnya.
Ungkapan bahwa
dunia istri berhenti setelah menikah dan hanya terpaku pada suaminya barangkali
itu benar dan terjadi padaku. Aku yang sampai saat ini belum menemukan apa
kesenanganku, apa passionku, apa mauku, dan apa kegiatanku, membuat waktu luangku
lebih banyak. Hal-hal sederhana seringkali mudah terbawa perasaan.
Segala perasaan
selalu aku ungkapkan pada suami. Beruntung dia memahami dan bisa memposisikan
sebagai teman curhat, teman ghibah, teman galau, teman sepermainan, sampai
teman tapi mesra. Aku akan berusaha menjadi istri terbaik semampuku.
Dan tahun ini
adalah tahun pertama aku akan menjalani bulan puasa bersama suami. Semoga aku
mampu puasa sebulan penuh dan juga mampu untuk menyiapkan hidangan versi
terbaikku. Semoga ya.
Selamat menjalankan
ibadah puasa, mohon maaf lahir dan batin 😊
Komentar
Posting Komentar