Langsung ke konten utama

Review buku The Child


Judul Buku : The Child
Penulis         : Brian Garfield
Penerjemah : The Paladin
Tahun Terbit : 1979
Penerbit       : Matahari
Tebal            : 566 halaman
ISBN            : 978-602-1258-71-2

Review

Beberapa kali pertemuannya dengan Perdana Menteri Inggris Mr Churchill secara tidak sengaja, membuat Christopher menemui takdirnya. Christopher seorang anak berusia 14 tahun, mendapat tugas melakukan spionase yang dikamuflase dalam kegiatannya sembari bersekolah.  

“Sekarang Christopher muda, aku ingin bertanya padamu apa kau bersedia untuk melakukan sebuah pekerjaan untuk kami – sebuah pekerjaan berbahaya untuk Raja dan negerimu?,” Mr Churchill (hal 31).

Tugas pertama yang diterimanya memata-matai tentara Belgia. Christopher diperintahkan untuk melakukan spionase di chateau (salah satu pusat politik Belgia dan Luxemburg) untuk melaporkan apa pun yang dianggap penting dari tentara Belgia. Dengan dalih liburan bersama teman sekolahnya, Christopher melancarkan aksinya. Tak ada yang mencurigainya. Orang dewasa barangkali akan mengabaikan seorang anak kecil yang sedang bermain di sekitarnya ketika mereka menceritakan hal-hal rahasia.

Tanpa pikir panjang dan karena terbawa euforia menjadi seorang mata-mata untuk Inggris, dengan cepat Christopher mengiyakan penugasan itu. Jantungnya berdegub kencang, antara bangga, senang, dan merasa keren, barangkali hal itu yang terlintas pertama kali di benak Christopher. Meski perjalanan menjadi mata-mata selanjutnya tak semudah yang dibayangkannya.

Tugas pertama dilaluinya dengan tidak begitu mulus. Dalam melakukan tugasnya, Christopher hampir saja diketahui identitasnya, tak jarang ajal pun kerap kali membayang-bayanginya. Suara ledakan, tembakan, hingga pembunuhan, semua itu terjadi di depan matanya. Bukan malah ketakutan, bocah itu justru ketagihan untuk melaksanakan tugas demi tugas berikutnya.

Bakat meloloskan diri dari musuh, bahkan menghindar dari maut membuatnya selalu berhasil melaksanakan tugas demi tugas yang diberikan. Karena keterampilan yang dimilikinya, Christopher akhirnya mengikuti pelatihan khusus di usianya yang masih 15 tahun, bahkan harus menyamarkan identitasnya menjadi 19 tahun. Berlatih menjadi seorang agen terbaik, sekaligus yang paling muda.  

Dalam situasi perang, tak jarang harus mengabaikan sisi kemanusiaan. Pilihannya seringkali hanya dua, antara menjadi penghianat agar tetap hidup atau membunuh yang dianggap lawan. Dalam usianya yang masih bocah, meski dalam keadaan terdesak hampir saja berpikir menjadi penghianat, namun Christopher memilih membunuh yang dianggap lawan. Tak jarang, yang dianggap lawan oleh negaranya justru pernah menjadi teman dekatnya.

Terlalu banyak membunuh dan terlalu sering membunuh membawa beban tersendiri bagi Christopher. Perasaan bersalah selalu muncul, meski perdana menteri dan orang-orang yang menugasinya tetap meyakini bahwa yang dilakukannya adalah atas perintah Raja dan untuk negaranya.

Salah satu tugas penyusupan yang selalu diingatnya adalah ketika menjalani misi masuk ke dalam kapal selam Belanda dan melakukan tindakan sabotase terhadap rudal-rudal yang ada di dalam kapal tersebut. Hasilnya, kapal berhasil diledakan namun Christopher keluar tanpa terluka sedikit pun.

“Aku baru saja membunuh lima puluh enam tentara Belanda dan bertanggung jawab atas kematian empat ribu tentara Amerika di Pearl Harbor, dan entah berapa lagi korban nyawa lainnya, hanya Tuhan yang tahu,” Christopher (hal 246).

Semangat yang diawal menggebu harus luntur karena kekecewaan Christopher pada perdana menteri yang tak selalu jujur dalam penugasannya. Hingga akhirnya ia memilih mengakhiri karirnya sebagai seorang agen. Apakah Christopher benar-benar berhasil melepaskan diri dari seorang agen? Atau justru sepanjang hidupnya ia berikan untuk negaranya?

Ulasan

Membaca buku ini membuat kita dibawa dalam situasi peperangan yang sesungguhnya. Detail penceritaan bahkan pada tiap adegan membuat kita merasa sedang melihat sebuah film action. Hal ini karena Brian Garfield sang penulis secara langsung mendapat cerita dari narasumber utamanya Christopher Creighton, yang pada waktu itu usianya sudah 50 tahun.

Sebanyak 18 bab mengulas perjalanan Christopher menjadi seorang agen. Awal mula direkrut menjadi mata-mata, hingga dilatih sedemikian rupa menjadi agen terlatih profesional. Hidupnya untuk negaranya. Meski dalam usia yang masih sangat belia. Tak melulu soal perang, bahkan kisah cintanya terhadap seorang wanita juga dituangkan dalam novel ini menjadi bumbu romansa tersendiri dalam situasi perang.

Bahasa yang digunakan mudah dipahami sehingga membuat siapa pun pembaca bisa dengan mudah mempelajari situasi perang dunia saat itu. Beberapa istilah peperangan juga dimasukan dalam catatan kaki untuk memudahkan pembaca memahami istilah-istilah yang disajikan. Akan lebih bagus jika novel ini barangkali bisa diangkat di layar lebar. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Buku Yang Fana adalah Waktu

Judul Buku : Yang Fana Adalah Waktu Penulis : Sapardi Djoko Damono Tahun Terbit: 2018 Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Tebal : 146 halaman ISBN : 978-602-03-8305-7 Genre : Fiksi Pernah menjalani hubungan jarak jauh atau Long Distance Relationship ? Bagaimana rasa rindunya? Bagaimana penantiannya? Bagaimana rasa saling percaya yang ditumbuhkan? Begitu pun bagaimana menjaga hati agar tetap setia? Barangkali novel ketiga dari Trilogi Hujan Bulan Juni milik Sapardi Djoko Damono bisa menggambarkannya. Sinopsis Berkisah tentang Sarwono yang ditinggal pergi kekasihnya Pingkan, untuk menempuh pendidikan di Jepang. Mereka menjalani hubungan jarak jauh Solo-Kyoto Jepang, tapi tetap saling kirim kabar. Hingga suatu hari kepercayaan diantara keduanya sempat pudar, sebab ada orang ketiga yang membuatnya nyaman. Hal yang paling sulit dari hubungan jarak jauh adalah menjaga perasaan. Masing-masing dari mereka paham betul hati mereka tertuju pada siapa. Tapi, y

Review Buku 24 Jam Bersama Gaspar : Sebuah Cerita Detektif

Judul Buku       : 24 Jam Bersama Gaspar : Sebuah Cerita Detektif Penulis             : Sabda Armandio Alif Tahun Terbit    : 2017 Penerbit          : Mojok Tebal                : xiv + 228 halaman ISBN                 : 978-602-1318-48-5 Sebuah novel detektif bercerita perampokan toko emas namun tujuan utamanya menemukan kotak hitam. Sepanjang delapan bab, penulis membuat pembaca menerka isi kotak hitam. Apa alasan terbaik mencuri toko emas namun yang diincar justru sebuah kotak hitam? Namanya cerita detektif, jangan terkecoh dengan alur cerita. Bagi yang gemar mengikuti cerita detektif tentu selalu ada maksud tersembunyi dari semua cerita yang dimunculkan. Begini cerita 24 Jam Bersama Gaspar... Gaspar dan Perampokan Toko Emas Gaspar bukan nama sebenarnya, sedang merencanakan perampokan toko emas milik Wan Ali. Untuk melancarkan aksinya, Gaspar mengajak Agnes, Kik, Njet, Pongo, dan Pingi (bukan nama sebenarnya). Penggunaan nama samaran ini untuk melindung

Baalveer: antara dongeng dan modernitas

source.net Dengan memanggil namanya, dia akan datang untuk menyelamatkan. Dengan melihatnya di tv, dia muncul bak superhero abad 20 yang begitu terkenal. Julukannya ‘pahlawan penyelamat anak-anak’. Serial India sedang membanjiri tanah air. Dimulai dari film, sinetron, hingga artis dari negeri Bollywood itu dicintai tayang di Indonesia. Hampir setiap tv terdapat tayangan yang berasal dari India. Salah satu serial drama yang saat ini hadir setiap hari di tv (sebut saja antv) menjadi salah satu tayangan favorit anak-anak. Baalveer, seorang anak yang terlahir dari peri bernama Baal Peri menjadi sosok yang paling dicintai anak-anak. Dengan baju berwarna oren, berselendang merah, serta tongkat sakti sebagai senjatanya, membuat dia dijuluki pahlawan bagi anak-anak. Di sela-sela pekerjaannya menyelamatkan anak-anak, dia pun sering muncul di tv. Mengapa Baalveer di tv? Beberapa episode Baalveer, ia sering tampil untuk mengklarifikasi segala hal yang berkaitan dengan anak-anak. Ter