Langsung ke konten utama

Ketika Ibu Melakukan Tindakan Preventif Part II


Anak ibu ada empat. Semuanya perempuan. Sekali ada teman laki-laki yang main ke rumah, ibu bertanya, “itu siapa, anak mana, ada perlu apa, temen yang mana, temen sekolah, temen kelas, temen main, apa temen temenan?”

Part I bisa dilihat di sini : Ketika Ibu Melakukan Tindakan Preventif

Begitu kali ya kelak kalau punya anak semuanya perempuan. Betapa sangat dijaga dan hati-hatinya seorang ibu menyayangi anak-anak perempuannya. 

Kalau dulu cerita part I itu tentang saya, kali ini tindakan preventif yang ibu lakukan untuk adik perempuan pertama saya. Dia masih SMA, cantik jelita, pinter banget pula. Kurangnya satu, nggak bisa naik motor. 

Tiap hari bapak/ ibu kudu antar jemput ke sekolah yang jaraknya 6 km lebih. Suatu hari, bapak nggak bisa nganterin karena keluar kota. Ibu bisa anter tapi nggak bisa jemput karena masih kerja. Nah, ijinlah adik saya untuk pulang sekolah bareng temannya –cowo.

Sekali nganterin, ijin diberikan. Eh ternyata keterusan. Alasannya, adik saya kasihan sama ibu yang kudu anter/ jemput karena sekolahnya jauh, jadi mending dianter temen saja. Dan jawaban ibu, “Nggak, nggak boleh dianterin temennya lagi. Selama bapa sama ibu masih bisa nganterin yaudah dianter bapa ibu aja. Mending kamu belajar motor biar bisa motoran sendiri ke sekolah daripada dianter jemput sama temen...” (Aslinya ini ibu lagi ngomelin, tapi gausah pake tanda seru biar nggak lebay haha

Sebagai orang tua, wajar saja jika ibu melakukan tindakan preventif. Merasa khawatir dalam beberapa hal, terutama dalam hal pertemanan anak perempuannya dengan lawan jenis. Bukan berarti pula ibu terlalu membatasi dalam segala hal. 

Dalam beberapa kasus, orang tua harus pandai menyampaikan maksud dan tujuannya ketika melarang anaknya melakukan sesuatu. Tujuan agar anak tidak merasa terkekang atau terlalu dibatasi. Jika maksud orang tua diterima dengan baik oleh anak, tentu anak akan menuruti dengan senang hati dan tak akan melakukan perbuatan sembunyi-sembunyi.

Dalam hal ini, ibu menekankan betapa sayangnya ibu pada anaknya hingga rela antar jemput sekolah dan tak memedulikan jarak. Ibu menunjukkan rasa kasih sayangnya, si adik menangkap pesannya. 

Larangan dianter jemput teman cowo juga bukannya langsung diberikan, tapi setelah beberapa kali adik saya diantar sama temannya. Bayangkan ya, rumah teman di Sidabowa tapi mau nganterin adik saya di Karangklesem, apa coba namanya kalau bukan...? Ah sudahlah.   

Gelagat itu pun tercium oleh ibu saya. Mulailah ibu melarang adik saya diantar lagi sama temannya. Yaudah, adik saya si nurut-nurut saja. Eh ngga deng, kadang si adik protes kenapa mbaknya –saya, diijinkan keluar malem, pergi sama cowo, dianter jemput cowo? Kenapa kenapa kenapa? Kenapa ketidakadilan ini menimpa si adik? Wkwk.  

Tanpa berdebat, ya ibu sudah tahu, setiap teman saya –cowo yang datang ke rumah, yang nganterin, yang jemputin, yang boncengin, yang mana saja tapi yang bukan disayang eh- semuanya itu cuma teman. Jadi ibu ngga pernah khawatir. 

Saya pernah tanya ke teman, kok bisa ya ibu tahu mana teman yang lagi deketin mana teman yang asli cuma teman biasa aja temenan? 

Jawaban teman saya, “Karena ibu pernah muda, dan kita belum pernah tua.” 
Baiqla. 

Komentar

  1. Ibu bisa melihat sih, mana yang emang modus mana yang serius. Tapi nek aku mah ada temen cowok yang cuma temen aja tetap diledekin dikira pacar. Hmmm. Tapi jikalau gelagatmya keliatan kurang sreg, ibuku pasti keliatan banget. Hahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sesekali kenalin dong calon mantuuuu ahahaha

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Buku Yang Fana adalah Waktu

Judul Buku : Yang Fana Adalah Waktu Penulis : Sapardi Djoko Damono Tahun Terbit: 2018 Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Tebal : 146 halaman ISBN : 978-602-03-8305-7 Genre : Fiksi Pernah menjalani hubungan jarak jauh atau Long Distance Relationship ? Bagaimana rasa rindunya? Bagaimana penantiannya? Bagaimana rasa saling percaya yang ditumbuhkan? Begitu pun bagaimana menjaga hati agar tetap setia? Barangkali novel ketiga dari Trilogi Hujan Bulan Juni milik Sapardi Djoko Damono bisa menggambarkannya. Sinopsis Berkisah tentang Sarwono yang ditinggal pergi kekasihnya Pingkan, untuk menempuh pendidikan di Jepang. Mereka menjalani hubungan jarak jauh Solo-Kyoto Jepang, tapi tetap saling kirim kabar. Hingga suatu hari kepercayaan diantara keduanya sempat pudar, sebab ada orang ketiga yang membuatnya nyaman. Hal yang paling sulit dari hubungan jarak jauh adalah menjaga perasaan. Masing-masing dari mereka paham betul hati mereka tertuju pada siapa. Tapi, y...

Baalveer: antara dongeng dan modernitas

source.net Dengan memanggil namanya, dia akan datang untuk menyelamatkan. Dengan melihatnya di tv, dia muncul bak superhero abad 20 yang begitu terkenal. Julukannya ‘pahlawan penyelamat anak-anak’. Serial India sedang membanjiri tanah air. Dimulai dari film, sinetron, hingga artis dari negeri Bollywood itu dicintai tayang di Indonesia. Hampir setiap tv terdapat tayangan yang berasal dari India. Salah satu serial drama yang saat ini hadir setiap hari di tv (sebut saja antv) menjadi salah satu tayangan favorit anak-anak. Baalveer, seorang anak yang terlahir dari peri bernama Baal Peri menjadi sosok yang paling dicintai anak-anak. Dengan baju berwarna oren, berselendang merah, serta tongkat sakti sebagai senjatanya, membuat dia dijuluki pahlawan bagi anak-anak. Di sela-sela pekerjaannya menyelamatkan anak-anak, dia pun sering muncul di tv. Mengapa Baalveer di tv? Beberapa episode Baalveer, ia sering tampil untuk mengklarifikasi segala hal yang berkaitan dengan anak-anak. Ter...

Anak Rumah vs Anak Kos

“Ayoo selesai rapat main dulu...” teriak salah satu anak kos yang kosannya dekat kampus. “Ah jangan ah, aku mau langsung pulang aja,” sela salah seorang anak rumah. Yaa begitulah sedikit gambaran perbedaan cara bermain anak kos dan anak rumahan. Bukan cara bermain juga sebenarnya, lebih tepatnya pengawasan yang dilakukan ketika berada di rumah dibandingkan saat berada di kosan. Jelas hal itu sangat berbeda. Biasanya anak kos paling gemar jika diajak jalan-jalan. Sekalipun jalan-jalan itu hanya sekadar jalan keliling kampus dan masih di sekitar kosan. Tapi yang terjadi, momen selesai rapat kegiatan mahasiswa di luar kampus justru digunakan untuk jalan-jalan. Jalan-jalan seakan agenda wajib sekalipun itu bukanlah agenda terpenting. Dan meskipun jalan-jalan sudah diagendakan sendiri, dalam kepengurusan organisasi biasanya hal itu dilakukan lebih dari satu kali. Jalan-jalan bersama teman-teman organisasi bagaikan obat paling mujarab di tengah deadline acara yang belum tere...