Aku perlu menuliskan ini. Setidaknya untuk mengingat kembali bahwa aku punya teman yang paling setia. Tapi aku sering lupa dan merasa kesepian, hingga suatu hari aku berkata padanya..
"Aku ga punya teman lain selain mas. Setelah aku resign dari pekerjaan, aku ga ada temen ngobrol di saat jam kerja karena mas sedang bekerja, aku menahan 20000 kata yang seharusnya tiap hari aku ucapkan, aku hanya bisa nunggu sampai mas pulang. Aku, aku cuma berteman anime conan, dan ngelive pertandingan badminton, atau nonton drakor dan scroll sosmed. Aku dibekali banyak hiburan, tapi orang sesungguhnya di sampingku ya cuma mas. Kalo mas pulang kerja dan masih sibuk sama balesan wa kerjaan atau ajakan main game dari teman-teman mas, aku jadi ga punya temen buat ngobrol."
Dan lanturan lainnya yang masih panjang terus aku ucapkan sambil berbaring membelakangi mas, dan sesekali menyeka air mata. Mas mendengarkan semuanya, dan di tengah sesenggukanku mas memelukku dari belakang sambil berucap "Maafin mas ya, maafin mas sayang jadi ngerasa kesepian, sayang mau kerja lagi? Sayang mau main ke tempat mba? Sayang mau apa?"
Aku jawab sambil menyeka air mata, "Cuma pengin ngobrol yang banyak sama mas."
"Iya iya, yaudah maafin mas ya. Udah jangan nangis lagi, mau ngobrol apa cerita apa sekarang," sambil memeluk semakin erat.
Dan sesenggukanku sudah berhenti. Kujawab singkat, "Udah diceritain semuanya kan tadi, udah selese."
Air mataku berhenti. Kami tertawa.
Cerita beberapa minggu yang lalu, dan membuat hari-hari setelahnya tidak ada lanturan sambil sesenggukan lagi. Mas membuktikannya dengan menemani setiap saat ketika berada di rumah.
Seperti malam tadi ketika aku sedang mencuci piring. Aku selalu mencuci piring saat mas berada di rumah dan waktu yang tepat adalah malam hari. Karena malam, air di tempat kami baru bisa mengalir. Melihatku yang mencuci piring, mas kemudian membersihkan dapur. Mengelap kompor, membersihkan kerak dinding di belakang kompor, merapikan bumbu dapur dan menata isi rak-rak di dapur sampai benar-benar tertata rapi hingga aku selese mencuci piring. Begitu mencuci piring selese, mas yang bantu meletakkan ke rak piring.
Hari-hari yang lain, ketika aku sedang mencuci piring, mas lantas ikut ke kamar mandi untuk mencuci baju. Kami mencuci piring dan baju dilakukan di kamar mandi yang tempatnya luas. Semua masih dilakukan secara manual. Dalam moment seperti itulah biasanya pergibahan terjadi. Seperti emak-emak yang sedang belanja di tukang sayur, bedanya kami berdua sedang mencuci piring dan mencuci baju.
Diawali dengan mas yang membuka obrolan, "Mas ada cerita, tadi rame di grup wa, jadi gini...."
"Kalo aku hari ini baca dua berita perselingkuhan, yang satu kemarin tuh ada update baru, terus yang hari ini beda lagi, jadi ternyata..."
Mas menambahi cerita lagi, "Kenapa ya kok bisa kasus ini...."
Obrolan yang panjang dan saling bergantian. Dinginnya air yang kami pakai untuk mencuci menjadi terasa hangat. Dihangatkan karena obrolan panjang tiap malam.
Pada cerita yang lain ketika aku jatuh sakit dan tak mampu melakukan pekerjaan rumah selama beberapa hari. Mas yang bergantian mengerjakannya dari mencuci piring, mencuci baju, menyetrika, menyapu, mengepel hingga memasak. Dilakukan ketika sebelum dan setelah bekerja. Apa mas mengeluh capek?
Jawabannya tidak.
Aku pernah bertanya, "Kenapa mas jadi orang sangat baik?"
"Karena mencontoh dari kedua orang tua yang baik," begitu kira-kira jawabannya sambil sesekali malu-malu dan menegasi, "Mas dari dulu jarang bantu-bantu ibu sama bapak, lebih sering adek yang bantuin ibu. Tiap kali mas ikut bapak ke sawah malah ngga boleh ngapa-ngapain, mungkin karena badan mas yang kecil." Dan dilanjutkan dengan cerita kehidupan mas masa kecil. Kalo sudah bercerita tentang kehidupan masa kecil, terlihat banyak perbedaan antara aku dan mas.
Kehidupan mas waktu kecil bahkan sampai SMP, listrik saja masih kesulitan, berbanding terbalik dengan aku yang sejak SD sudah punya komputer di rumah. Panjang kisahnya dan mas sering mengulang-ulang ceritanya sambil mengingat kehidupan di tempat masa kecilnya dulu.
Isinya setiap hari kehidupan aku dan mas adalah bercerita. Pada cerita yang lain aku sempat menanyakan begini, "Apa mas masih sayang sama aku kalo aku resign dari pekerjaan? Apakah aku masih jadi perempuan yang berharga kalo aku tidak bekerja dan hanya mengurus rumah? Apakah aku masih terlihat cantik dan pintar buat mas dengan aku yang bukan siapa-siapa setelah tidak bekerja?"
"Tentulah, sayang tetap berharga dengan bekerja atau tidak bekerja, makasih ya sudah mengurusi mas," dan jawaban lainnya yang tidak begitu aku ingat tapi tetap menguatkan. (Baca: Sembilan Hari)
Keputusan berhenti bekerja tentu awalnya membuatku ragu. Selain aku butuh untuk penghasilan sendiri, juga karena aku dan mas dipertemukan dalam instansi pekerjaan yang sama. Lantas, pikiran-pikiran negatif itu melintas ketika aku memilih untuk berhenti bekerja. Tapi mas menguatkan. Dan tetap mengijinkan jika suatu saat nanti aku bekerja di tempat yang lebih dekat, dan tidak terlalu menguras tenaga. Juga pada intinya tetap membuatku bahagia.
Hingga saat ini, aku memilih masih menjadi ibu rumah tangga. Jika rejeki berupa materi masih bisa aku dapatkan, semoga bekerja dari dalam atau di luar rumah bisa segera aku lakukan.
Balik lagi ke awal cerita. Intinya, kesepian setelah menikah pernah aku rasakan, kemudian aku bicarakan bersama pasangan. Respon penerimaan dan mau sama-sama belajar membuatku menjadi manusia yang berharga dan bahagia.
Komentar
Posting Komentar