“Zaki!”
“Hadir Bu!”
“Zata!”
“Hadir Bu!”
“Baik sekarang kita lanjutkan pelajaran minggu lalu...” tutup ibu guru selesai mengabsen murid-muridnya.
Ya, begitulah selama tiga tahun daftar absen selalu sama, Zaki dan Zata. Tiga nama terakhir yang selalu satu kelas selama SMA. Mendengar namanya terpanggil, kemudian namaku terpanggil, bagaikan tulisan nama pada undangan pernikahan. Iyaa, itu bayanganku terhadapnya. Bayangan yang selalu muncul setiap kali guru mengabsen murid-muridnya. Senyum terpancar merekah dari wajahku yang lugu dan pendiam. Yaa hanya bayangan dan selalu membayangkan sosoknya.
Zaki laki-laki berkulit putih, kacamata hitam, rambut lurus dan selalu terlihat rapi namun tak pernah terlihat cupu. Zaki seorang siswa SMA yang mengambil ekstrakurikuler musik sebagai vokalis band dan pencinta alam yang banyak digandrungi oleh wanita-wanita di sekolah ini. Ah, aku hafal jika harus mendeskripsikan sosoknya secara detail.
Selama ini aku hanya diam dan selalu diam meski hatiku berbunga-bunga setiap kali mendengar namanya. Aku sering berada didekatnya karena jika membuat kelompok belajar pasti selalu urut absen. Dan aku senang dapat memandangi wajahnya meski kesenangan itu hanya dapat diekspresikan melalu rangkaian kata demi kata yang kubuat untuk dirinya.
Berbeda sekali denganku, seorang wanita pendiam yang tak dikenal di sekolah ini. Aku tak terlalu bodoh, aku juga tak begitu pintar. Mimpi setinggi langit jika aku menginginkannya. Aku selalu ceroboh tiap kali bertemu dengannya. Jika satu kelompok belajar, aku hanya diam dan dia yang mengarahkan. Itu sudah cukup senang dapat melihatnya dari jarak yang sangat dekat. Meski kesenangan ini sebatas kesenangan yang masih terjerat oleh ketidakmampuan mulut ini untuk berucap.
***
Masa SMA telah berlalu, kini bangku kuliah sudah menunggu. Lagi-lagi dan lagi aku sekelas dengannya. Bayangkan sudah berapa tahun aku memendam perasaan terdalam ini, perasaan yang tak pernah berubah meski tahun selalu berganti, perasaan yang tetap sama saat pertama kali aku memandangnya untuk pertama kali dan aku langsung jatuh cinta padanya, perasaan yang mungkin akan selalu sama dan tetap sama hanya untuknya.
Sampai saat ini Zaki memang terkenal laki-laki yang baik dan sopan. Dia tak pernah terlihat menggandeng tangan seorang wanita meski dirinya jadi magnet terbesar kampus ini. Entah, apakah dia sudah dijodohkan sehingga tak perlu lagi untuk berpacaran, atau apakah dia tak suka wanita yang biasa-biasa saja? Entah.
Selama di kuliah aku jarang satu kelompok belajar dengannya. Bahkan duduknya pun aku terpisah jauh. Dia berada di deretan orang-orang terkenal, dan aku di deretan orang-orang pendiam. Ah, tapi yang kulihat sosok Zaki tak demikian. Dia tetap baik pada semua, tidak heran dia memang selalu jadi idola.
Aku senang karena aku bisa satu kegiatan dengannya. Iya, aku mengikutinya untuk belajar mencintai alam, karena itu aku masuk kegiatan mahasiswa pencinta alam. Kegiatan yang berhubungan dengan alam, dia tentu sudah ahli karena dia pencinta alam sejak SMA, sedangkan aku baru tertarik saat ini justru di perkuliahan.
***
"Zata coba kamu pasang tali pengaman ini, biasanya untuk mendaki gunung yang terjal atau tebing yang tinggi kita harus dapat memasang perlengkapan keamanan dengan benar sesuai prosedur. Nah aku ingin kamu mencobanya sendiri agar kamu bisa”, terang Zaki menjelaskan tentang prosedur keamanan sembari menyerahkan tali pengaman.
“Iya makasih Zaki.” Hanya tiga kata yang mampu kuucapkan untuk menggambarkan betapa bahagianya aku, Zaki tahu namaku.
Melihat aku yang tak bisa memasang tali pengaman, Zaki mendekat.
“Ehem.. bukan kaya gitu, sini aku pasangkan,” sambil tertawa meledek Zaki memasangkan tali pengaman itu.
Wah, ini benar-benar melihat Zaki dari jarak yang sangat dekat, jantungku seakan berhenti berdetak, darahku seperti berhenti mengalir, senyumku membeku terbuka lebar, melihat Zaki tanpa jarak, ini benar-benar sangat dekat.
“Udah, yang bener kaya gini, coba kamu ulangi lagi ya..” sembari senyum dan meninggalkanku.
Aku hanya bisa membalas senyumnya tanpa dapat mengatakan perasaanku yang sesungguhnya. Aku selalu menyesal kenapa mulut ini tak dapat menyampaikan perasaan yang sesungguhnya. Aku juga seringkali marah, kenapa dia tak menyadari akan perasaan dan mata ini yang selalu tertuju padanya. Aku tidak tahu, aku sering menatapnya tapi entah dia menyadarinya atau tidak. Pikirku mungkin tidak.
***
Suatu hari, pencinta alam kampusku akan mengikuti jelajah alam. Namun orang-orang yang ikut dalam tim hanyalah anggota pencinta alam yang telah ahli menjelajah alam. Karena itu aku tak termasuk dalam daftar rombongan.
Begitu mengetahui daftar nama-nama rombongan, yang terlintas dalam benakku tiba-tiba perasaan sedih yang mendalam. Sedih bukan karena namaku tak ada dalam daftar, namun sedih karena aku harus melihat Zaki pergi dalam waktu yang cukup lama tiga minggu. Biasanya pencinta alam tak pernah pergi selama ini. Namun entah mengapa, perasaan sedih datang setiap kali aku melihat wajah Zaki.
Zaki memulai persiapan untuk keberangkatan selama tiga minggu ke depan. Tak seperti biasa, aku benar-benar takut kehilangan Zaki. Setiap kali membantu melengkapi perlengkapan jelajah, aku semakin takut. Takut bahwa aku tak bisa melihat Zaki lagi. Ini pertama kalinya sebagai pencinta alam, aku tak dapat pergi bersama Zaki.
“Kenapa Ta? Wajahmu sepertinya pucat. Kamu kecapean?” tanya Zaki sambil memperhatikan ekspresi wajahku.
“Ngga, aku ngga apa-apa,” sanggah aku.
“Tapi sepertinya ada yang ingin kamu katakan? Iya kan kamu ingin mengatakan sesuatu? Ada apa, sampaikan saja padaku, barangkali aku bisa membantu?” kali ini Zaki seakan memaksa agar aku bercerita.
Melihat matanya saja aku tak sanggup. Tapi perasaan kali ini beda, sangat berbeda.
“Zaki, aku tidak tahu apa yang aku rasakan. Tapi semenjak aku tahu kamu terpilih mewakili pencinta alam kampus ini, aku langsung sedih. Aku benar-benar tidak tahu sedihku ini karena apa. Tapi jujur, aku.. aku merasa.. aku merasa takut karena akan kehilanganmu.” Tes... air mataku jatuh begitu saja di depan Zaki, iya pertama kali aku berucap panjang, jujur dengan apa yang aku rasakan. Aku tak bisa menahan air mata ini untuk tetap terbendung. Aku tak kuasa. Aku tak sanggup menahan kesedihan ini.
“Ta.. maaf, mungkin aku tak bisa memahami kesedihanmu, aku tak mengerti alasanmu. Tapi percayalah aku pasti akan kembali. Ini kegiatan pencinta alam yang sering aku lakukan kan Ta..” sambi mengusap air mataku Zaki berusaha meyakinkan dirinya akan baik-baik saja.
“Mungkin kamu tak mengerti, aku juga tak paham dengan perasaan ini. Tapi tahukah kamu, orang yang pendiam akan jauh lebih peka memahami apa yang dirasakannya. Tak dapat berbicara banyak, namun perasaan akan kehilangan ini sangat kuat.... aku hanya...”
“Zata, aku janji aku akan langsung menghubungimu setibanya aku di sana. Aku akan sering memberi kabar tentang kondisiku. Percayalah Zata...”
***
Akhirnya Zaki tetap pergi. Kejadian waktu itu benar-benar tak dapat kuduga sebelumnya. Aku si pendiam dan pemalu dapat berbicara langsung pada Zaki. Aku mengatakan semua yang kurasakan pada Zaki. Tanpa kuduga, Zaki membalasnya.
Sejak saat itu, Zaki sering menghubungiku. Setibanya di sana Zaki langsung memberi kabar dan akan segera melanjutkan jelajah alam.
Zaki, Zaki, Zaki. Setiap hari sebelum memulai jelajah alam Zaki selalu menghubungiku. Zaki mungkin sudah tahu tentang perasaanku, atau mungkin tidak. Mungkin Zaki menganggapku hanya sebagai teman. Meski aku berharap lebih. Tapi entahlah, sikap Zaki memang membuatku semakin jatuh hati padanya.
Zaki memberi kabar bahwa dia akan segera melakukan penyelaman. Menyelam di laut lepas yang baru pertama kali dia kunjungi. Dia mengaku sangat bahagia karena mendapat kesempatan itu. Aku mulai berpikir, mungkin kecemasanku pada waktu itu hanyalah perasaan berlebihan. Aku terus berdoa setiap saat dan menginginkan agar Zaki segera kembali.
“Kring..kring...” Hpku berdering.
“Hallo Zaki?”
“Iya Zata. Ta, hari ini aku akan memulai penyelaman. Doakan aku ya, ini pertama kalinya aku akan menyelam di laut bebas. Pemandangan bawah laut pasti akan sangat indah. Kamu mau aku bawakan apa? Karang, bintang laut, ikan atau bulu babi? Hehe...” riangnya suara Zaki menjelaskan betapa bahagianya dia akan melakukan penyelaman.
“Engga Zaki. Aku tak ingin kamu mengambil apa pun dari alam, kita kan sudah diajarkan demikian. Aku hanya ingin kamu pulang dengan wajah gembira dan menceritakan sebanyak-banyaknya pengalamanmu di sana.” Jawabku yang tak menginginkan apa pun selain kehadiran Zaki di sisiku.
“Iya Ta, aku janji aku akan bawa cerita indah sepulangnya aku dari sini, sebenarnya ada yang ingin aku katakan ke kamu Ta. Tunggu aku ya, doakan aku terus. Dah Zataaa...” Tut, tut, tut. Telpon sudah terputus, Zaki mungkin tak punya waktu banyak untuk menghubungiku. Tapi dia selalu menyempatkan waktunya untukku.
Sehari berselang semenjak telpon terakhir dari Zaki. Aku tak dapat kabar apa pun darinya. Bahkan nomornya tak dapat dihubungi.
Apa yang terjadi pada Zaki, Zaki kenapa, Zaki kemana?
Hatiku kacau tak menentu. Pikiran jelek telah merasukiku. Aku semakin cemas. Semua teman-temannya sudah kuhubungi tapi tak ada yang tahu di mana Zaki dan anggota tim penyelam berada.
***
Tiga hari berlalu, semenjak hilang kontak dengan Zaki. Aku belum mendapat kabar teman-teman pencinta alam akan pulang hari ini. Aku juga belum tahu bagaimana kabar Zaki. Informasi terakhir, tim sedang mencari keberadaannya.
“Kring...”
Seketika langsung kuangkat, “Halo Zaki? Kamu baik-baik saja?”
“Ta, ini Rio. Maaf Ta, sebenarnya.. Zaki.. sebenernya,”
“Kenapa Rio, Zaki kenapa?!!”
“Maaf Ta. Zaki hilang saat penyelaman, dia bersama empat orang lainnya hilang Ta. Tim sudah mencari tapi masih juga belum ditemukan dan kemungkinan.... kemungkinan Zaki tak bisa sela...” Tut..tut..tut.
“Zakiiiiiiiiiiiiiiiii....”
Zaki hilang, bersama dengan janji akan kepulangannya. Zata tak kuasa menahan kekecewaan. Di saat Zaki mulai mencintainya dan dia sangat menyayangi Zaki, Zaki justru hilang tak berjejak.
sumber gambar:
http://www.ceritamu.com/uploads/posts/2013/02/07/9b6fb16fe9959167a9a08f04ff34c7d7c8f9624b.jpg
http://www.ceritamu.com/uploads/posts/2013/02/07/9b6fb16fe9959167a9a08f04ff34c7d7c8f9624b.jpg
Komentar
Posting Komentar