Langsung ke konten utama

Anak Rumah vs Anak Kos

“Ayoo selesai rapat main dulu...” teriak salah satu anak kos yang kosannya dekat kampus.
“Ah jangan ah, aku mau langsung pulang aja,” sela salah seorang anak rumah.

Yaa begitulah sedikit gambaran perbedaan cara bermain anak kos dan anak rumahan. Bukan cara bermain juga sebenarnya, lebih tepatnya pengawasan yang dilakukan ketika berada di rumah dibandingkan saat berada di kosan. Jelas hal itu sangat berbeda.

Biasanya anak kos paling gemar jika diajak jalan-jalan. Sekalipun jalan-jalan itu hanya sekadar jalan keliling kampus dan masih di sekitar kosan. Tapi yang terjadi, momen selesai rapat kegiatan mahasiswa di luar kampus justru digunakan untuk jalan-jalan.

Jalan-jalan seakan agenda wajib sekalipun itu bukanlah agenda terpenting. Dan meskipun jalan-jalan sudah diagendakan sendiri, dalam kepengurusan organisasi biasanya hal itu dilakukan lebih dari satu kali.
Jalan-jalan bersama teman-teman organisasi bagaikan obat paling mujarab di tengah deadline acara yang belum terealisir. Hebat sekali agenda yang satu ini, meski kadar kepentingan agenda ini sangat rendah namun manfaat dari acara ini justru dirasa yang paling besar.

Jalan-jalan oh jalan-jalan.
Tapi terkadang momen yang dipakai untuk jalan-jalan ini waktunya mendadak asalkan ada kendaraan cuss langsung saja bisa berangkat. Tidak mengenal waktu tidak mengenal cuaca. Jika hasrat untuk pergi bersama teman-teman saat itu juga, sebisa mungkin hal itu akan diwujudkan.

Jika jalan-jalan dilakukan sore hari menjelang malam selesai rapat organisasi, waaah bagaikan kegiatan penghibur penat dan pengobat kangen rumah bagi anak kosan.

Semakin larut semakin ramai semakin asyik semakin betah semakin lama jalan-jalan.
“Ayoo pulang aja, aduuh udah jam berapa ini..?” cemas anak rumahan yang biasa pulang paling malam jam9, dan jalan-jalan ini memakan waktu sampai jam11.
“Udah nyante aja, kapan lagi pernah jalan-jalan semalam ini? Kalo perlu nanti pulangnya dianterin,” mencoba menghibur teman-temannya dan ini suara dari anak kosan semua.

Perbedaan yang akan ditekankan di sini, bukan cara pergaulan atau cara bermain dari anak kos atau anak rumahan. Namun hal ini lebih kepada pengawasan yang dilakukan oleh orang tua secara langsung (dalam hal ini anak rumahan) dan pengawasan terhadap anak yang tinggal jauh dari orang tuanya (anak kosan).

Saya pernah merasakan hal itu. Selama 17 tahun dari SD hingga pertengahan SMK saya tinggal bersama orang tua dan bersekolah di sekolah yang masih dekat dengan rumah, masih satu kota. Orang tua melihat tumbuh kembang saya, hingga saya menjadi anak yang sebesar ini.

Suatu hari, saya melanjutkan untuk tinggal di kos-kosan dengan teman-teman saya karena ada tugas dari sekolah. Selama dua bulan tinggal di negeri orang dan jauh dari orang tua. Di sana saya tidak setiap hari makan 3x sehari layaknya ketika di rumah, namun makan sesuka dan semau saya. Di sana saya main sampai malam hari dan ketika pulang kos-kosan tergenang banjir, dan orang tua tidak melihat secara langsung hal itu. Saya merasa biasa saja, kangen memang namun hal itu masih bisa dikontrol. Buktinya dua bulan di negeri orang dan sama sekali tidak ada keluarga yang mengunjungi saya seperti berada di rumah sendiri walau dengan keluarga dan lingkungan yang berbeda. Teman-teman satu kosan saya anggap keluarga, tetangga sekitar kos bagaikan tetangga rumah sendiri.

Sekelumit cerita di atas menggambarkan bagaimana pengawasan yang dilakukan oleh orang tua sangat besar manfaatnya. Meskipun tak lantas pengawasan itu harus dilakukan sepanjang seorang anak itu hidup. Ada kalanya anak akan tumbuh menjadi dewasa, di saat itulah anak dituntut untuk tumbuh dan berkembang secara mandiri dan mampu menentukan jalan hidupnya sendiri. Tentunya berbekal pengawasan dari orang tua semasa anak-anak hingga remaja akan membuat anak itu siap untuk menantang hari.

Baik anak kos ataupun anak rumahan semuanya sama saja. Sama ketika mereka sama-sama mulai mengenal dunia, tidak semua anak kosan lebih berani dari anak rumahan namun mayoritas demikian. Sama ketika mereka belajar mandiri dan belajar untuk menjadi dewasa dalam menyelesaikan persoalannya sendiri, tidak semua anak kosan lebih unggul dalam hal ini namun lebih banyak demikian.


Semua tergantung pribadi masing-masing untuk menyikapinya. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Buku Yang Fana adalah Waktu

Judul Buku : Yang Fana Adalah Waktu Penulis : Sapardi Djoko Damono Tahun Terbit: 2018 Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Tebal : 146 halaman ISBN : 978-602-03-8305-7 Genre : Fiksi Pernah menjalani hubungan jarak jauh atau Long Distance Relationship ? Bagaimana rasa rindunya? Bagaimana penantiannya? Bagaimana rasa saling percaya yang ditumbuhkan? Begitu pun bagaimana menjaga hati agar tetap setia? Barangkali novel ketiga dari Trilogi Hujan Bulan Juni milik Sapardi Djoko Damono bisa menggambarkannya. Sinopsis Berkisah tentang Sarwono yang ditinggal pergi kekasihnya Pingkan, untuk menempuh pendidikan di Jepang. Mereka menjalani hubungan jarak jauh Solo-Kyoto Jepang, tapi tetap saling kirim kabar. Hingga suatu hari kepercayaan diantara keduanya sempat pudar, sebab ada orang ketiga yang membuatnya nyaman. Hal yang paling sulit dari hubungan jarak jauh adalah menjaga perasaan. Masing-masing dari mereka paham betul hati mereka tertuju pada siapa. Tapi, y

Review Buku 24 Jam Bersama Gaspar : Sebuah Cerita Detektif

Judul Buku       : 24 Jam Bersama Gaspar : Sebuah Cerita Detektif Penulis             : Sabda Armandio Alif Tahun Terbit    : 2017 Penerbit          : Mojok Tebal                : xiv + 228 halaman ISBN                 : 978-602-1318-48-5 Sebuah novel detektif bercerita perampokan toko emas namun tujuan utamanya menemukan kotak hitam. Sepanjang delapan bab, penulis membuat pembaca menerka isi kotak hitam. Apa alasan terbaik mencuri toko emas namun yang diincar justru sebuah kotak hitam? Namanya cerita detektif, jangan terkecoh dengan alur cerita. Bagi yang gemar mengikuti cerita detektif tentu selalu ada maksud tersembunyi dari semua cerita yang dimunculkan. Begini cerita 24 Jam Bersama Gaspar... Gaspar dan Perampokan Toko Emas Gaspar bukan nama sebenarnya, sedang merencanakan perampokan toko emas milik Wan Ali. Untuk melancarkan aksinya, Gaspar mengajak Agnes, Kik, Njet, Pongo, dan Pingi (bukan nama sebenarnya). Penggunaan nama samaran ini untuk melindung

Baalveer: antara dongeng dan modernitas

source.net Dengan memanggil namanya, dia akan datang untuk menyelamatkan. Dengan melihatnya di tv, dia muncul bak superhero abad 20 yang begitu terkenal. Julukannya ‘pahlawan penyelamat anak-anak’. Serial India sedang membanjiri tanah air. Dimulai dari film, sinetron, hingga artis dari negeri Bollywood itu dicintai tayang di Indonesia. Hampir setiap tv terdapat tayangan yang berasal dari India. Salah satu serial drama yang saat ini hadir setiap hari di tv (sebut saja antv) menjadi salah satu tayangan favorit anak-anak. Baalveer, seorang anak yang terlahir dari peri bernama Baal Peri menjadi sosok yang paling dicintai anak-anak. Dengan baju berwarna oren, berselendang merah, serta tongkat sakti sebagai senjatanya, membuat dia dijuluki pahlawan bagi anak-anak. Di sela-sela pekerjaannya menyelamatkan anak-anak, dia pun sering muncul di tv. Mengapa Baalveer di tv? Beberapa episode Baalveer, ia sering tampil untuk mengklarifikasi segala hal yang berkaitan dengan anak-anak. Ter