Oranye dan
Biru, dua warna pendukung kesebelasan terbesar sepak bola negeri ini. Bukan
suporter Belanda, bukan pula suporter Italia, tapi pendukung kedua kesebelasan
ini lebih tenar namanya dibanding pendukung suporter negara luar. Mereka adalah
The Jakmania dan Bobotoh, suporter dari Persija Jakarta dan Persib Bandung. Warna
oranye sebagai warna kebanggaan tim berjuluk Macan Kemayoran, sedangkan warna
biru sebagai warna kebanggaan tim berjuluk Maung Bandung.
Entah sejak
kapan entah dari mana, kedua suporter tim ini tak pernah akur hingga kisahnya
pernah diangkat ke layar lebar. Romeo dikisahkan sebagai Jakmania, Juliet
digambarkan sebagai Viking, dan judul film ini Romeo dan Juliet.
Meskipun
telah berganti musim, berganti kepengurusan PSSI (Persatuan Sepak Bola Seluruh
Indonesia) dan berganti channel tv
yang menayangkan live pertandingan
Liga Indonesia, tetap saja kedua suporter belum sepakat dengan kata damai. Berkali-kali
berbagai pihak menginginkan kedua suporter ini untuk berdamai. Mulai dari
pemain-pemainnya, ketua masing-masing suporter, dan tentunya pihak kepolisian
yang telah lelah menertibkan oranye dan biru setiap kali tim kebanggaan mereka
bertanding. Bahkan sekitar tahun 2012, pemain dari Persija dan Persib melakukan
aksi damai secara simbolik sebelum pertandingan berlangsung. Mereka
membentangkan bendera tanda perdamaian dengan tujuan agar masing-masing
suporter dari kedua klub melihat hal ini, dan bisa diajak kerja sama untuk
berdamai. Tepuk tangan disambut suporter yang menyaksikan langsung peristiwa
tersebut pada saat itu.
Ya, seperti
yang dikatakan, meski musim berganti, tahun berganti, kedua suporter ini
kembali berulah. Saking seringnya berulah, sampai ada aturan yang melarang
suporter tamu untuk hadir di stadion tim yang menjadi tuan rumah. Jika Persija
sebagai tuan rumah maka Bobotoh ataupun Viking dilarang datang ke stadion GBK (Gelora
Bung Karno) yang biasa menjadi markas Persija. Sebaliknya jika Persib sebagai
tuan rumah, Jakmania dilarang menonton ke stadion Si Jalak Harupat. Aturan ini jelas
tertulis untuk menghindari adanya korban jiwa yang pernah terjadi saat kedua
tim ini tengah bertanding.
Sangat
disayangkan, disaat sepak bola negeri ini sedang bangkit dari kekalahan melawan
negeri tetangga, klub-klub yang menjadi modal dasar pemain profesional justru
dibarengi dengan tindakan fanatik yang berlebihan dari suporternya. Sudah
banyak korban yang luka-luka bahkan sampai nyawa melayang karena saking fanatiknya
mendukung tim kebanggaan mereka. Hal ini tentu sia-sia. Bukan prestasi yang didapat,
namun masalah demi masalah kian terjadi. Setiap kali pertandingan Persija
melawan Persib atau sebaliknya selalu ada suporter yang menjadi korban. Ini
diakibatkan karena ulah suporter sendiri. Tidak jarang yang menjadi korban luka
justru suporter yang tidak tahu apa-apa mengenai masalah kerusuhan. Yang mereka
inginkan hanyalah melihat dan mendukung tim kebanggaan mereka tampil dan
memenangkan pertandingan, tanpa harus dibarengi tindakan kerusuhan.
Tak ada
yang menginginkan Persija kalah atau Persib yang kalah. Namun para suporter
tentu lebih ingin timnas tak mengalami kekalahan. Jika bersatu untuk mendukung
Tim Nasional saja bisa, kenapa untuk mendukung tim di Liga Indonesia selalu
dibarengi dengan kerusuhan?
Apakah ini
artinya suporter Indonesia masih sebatas etnosentrisme?
Rasa cinta
mereka pada timnas memang teramat besar, namun rasa cinta untuk tim dari daerah
mereka sudah pasti lebih besar. Jangan sampai rasa cinta yang berlebihan pada
tim kebanggaan mereka disalurkan ke jalur yang salah, contohnya kerusuhan. Padahal
banyak aksi-aksi lain yang lebih positif untuk mendukung tim kesayangan mereka.
Biasanya dalam
pertandingan sepak bola identik dengan yel-yel sebagai penyemangat yang
disampaikan dari suporter pada pemain. Yel-yel yang dinyanyikan biasanya unik, namun
tidak jarang ada yang bersifat rasis. Menyanyikan yel-yel seharusnya penuh
semangat demi mendukung tim kebanggaan, bukan malah semangat menghina tim
rival. Banyak band-band yang dibentuk khusus untuk membuat yel-yel dan untuk
menciptakan lagu bagi tim kesayangan. Lagi-lagi sangat disayangkan jika yel-yel
hanya berisi hinaan bagi tim lawan. Tak ada gunanya kita berteriak selama
pertandingan namun teriakannya bukan berisi semangat melainkan berisi hinaan untuk tim lawan. Tentu tim kebanggaan
kita tidak merasa bahwa sedang didukung oleh suporternya, karena suporter
terlalu sibuk menyanyikan lagu untuk tim lawan.
Bagi
Jakmania dan Viking belajarlah untuk melihat ke depan. Jangan terlalu larut
dalam memori di belakang. Jika sejarah mengatakan kalian bermusuhan, maka masa
kini dan masa depan mengatakan kalian itu bersaudara. Jika warna oranye dan
biru tak dapat digabungkan, maka kalian masih bisa untuk berdampingan. Berdampingan
bersama di dalam stadion GBK ataupun Si Jalak Harupat. Berdampingan bersama
untuk menyanyikan Indonesia Raya sambil memegang garuda di dada. Berdampingan
bersama memajukan sepak bola Indonesia.
Bravo Sepak Bola...!
Komentar
Posting Komentar